BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Di
Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja telah ada
sejak pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat itu peraturan keselamatan dan
kesehatan kerja yang berlaku adalah Veiligheids Reglement. Setelah
kemerdekaan dan diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945, maka beberapa
peraturan termasuk peraturan keselamatan telah dicabut dan digantidengan
peraturan yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja
yaituUndang-Undang Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970.
Menurut
Mangkunegara (2002:163) Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan
upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Keutuhan dan kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus terhadap tenaga
kerja dan manusia pada umumnya, sehingga menghasilkan suatu hasil karya dan
budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Ketentuan
penerapan K3 yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 adalah 1.
tempat kerja yang menggunakan mesin, pesawat, perkakas, 2. tempat kerja
pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran gedung, 3.
tempat usaha pertanian, perkebunan, pekerjaan hutan, 4. pekerjaan usaha
pertambangan dan pengelolahan emas, perak, logam, serta biji logam lainnya, dan
5. tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di daratan, melalui
terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara.
Penerapan
konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan. Keselamatan kerja
bertujuan untuk memperoleh suatu cara yang mudah dan menjamin keselamatan
pekerja dari gangguan alam, binatang maupun gangguan dari manusia lainnya.
Masalah K3 juga merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian
proyek sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaan, pengadaan serta kualitas.
Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat (Barrie & Paulson,
1995:365).
Di
Indonesia tingkat kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di
dunia, sedikitnya pada tahun 2007 terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja:
(Abduh M. 2010). Data tersebut diperkirakan 50% yang tercatat oleh Jamsostek
dari jumlah sebenarnya.
Dari
sekian banyak jumlah angka kecelakaan, penyumbang terbanyak berasal dari
kecelakaan kerja konstruksi yang mencapai 30% dari total keseluruhan jumlah
kecelakaan kerja. Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan konstruksi perlu
mendapatkan perhatian khusus terhadap masalah K3.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Sejarah perkembangan K3
Sejarah
perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern
sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut:
a. Zaman
Pra-Sejarah
Pada
zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup pada
zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta
tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang
mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebih besar proporsinya pada mata
kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak
tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan
momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan
dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak
tersebut.
b. Zaman
Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak
Pada
era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak
membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah
mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan
mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan swasa sekitar
3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan
menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada
era ini masyarakat sudah membangun saluran air dari batu sebagai fasilitas
sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi
dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.
Pada
masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali dilakukan
pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja.Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja
Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut
Merah.Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun
“temple” Rameuseum.Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja
Ramses II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para
pekerjanya.
Pada
zaman Romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates
berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.
Para
ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya
gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan toksik dari
lingkungan kerja, seperti timbal dan sulfur.Pada masa
pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan
bagi angkatan perang.
Pada
abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami
kecelakaan, sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah
mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi
pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan
masker.
Salah
satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus
Bombastus Von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan
Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit akibat kerja terutama yang dialamai
oleh pekerja tambang.Pada era ini seorang ahli
yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai
melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan
prinsip ventilasi.
h. Abad
ke-18
Pada
masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari
Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse
on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan
referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter
pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit,
sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang
yaitu “ What is Your occupation ?”. ramazzini melihat bahwa ada dua
faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada
dalam bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan janggal yang
dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors).
Pada
era ini hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
- Penggantian tenaga hewan dengan mesin, seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
- Penggunaan mesin yang menggantikan tenaga manusia
- Pengenalan metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
- Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
- Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.
j. Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)
Sejak
era revolusi industri di atas sampai dengan pertengahan abad 20, maka
penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan
ini. Secara keilmuan K3 konsep yang berkembang pada era ini adalah mengenai
metode-metode pengendalian bahaya kecelakaan dan potensi gangguan kesehatan
dengan pendekatan Engineering, Administrative, dan penggunaan
alat pelindung diri saat bekerja. Masalah yang muncul sangatberhubungan dengan
sistem operasionalisasi kerja yang dibantu dengan mesin yang canggih. Seiring
dengan kemajuan teknologi serta munculnya permasalahan baru di lingkungan kerja
terutama aspek keselamatan dan kesehatan pekerja saat bekerja dengan mesin maka
mulai dikembangkan alat pelindung diri, safety devices, interlock dan
alat pengaman lainnya juga turut berkembang.
Perkembangan
era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekarang. Perkembangan
ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebab kecelakaan
bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan
faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
Pada
era ini berkembang sistem automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah
sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun sistem otomasi
menimbulkan masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran
pekerjaan karena adanya blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing
unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss
Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss
Causation Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang
penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan. Berdasarkan perkembangan
tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir
abad 20 berkembanglah suatu konsep keterpaduan sistem manajemen K3 yang
berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan
semua unit kerja, seperti safety, health dan masalah
lingkungan dalam suatu sistem manajemen juga menuntut adanya kualitas yang
terjamin baik dari aspek input proses dan output. Untuk mencakup semua aspek di
perusahaan, maka manajemen yang dikembangkan adalah manajemen secara sistem.
Secara
keilmuan K3 aspek yang berkembang pada era ini adalah manajemen di bidang K3
serta Integrative System Management K3. Hal ini
ditunjukkan dengan munculnya standar internasional, seperti ISO 9000, ISO 14000
dan ISO 18000.
l. Era Mendatang Perkembangan K3
Ternyata
aspek K3 tidak hanya diperlukan di lingkungan industri atau tempat kerja saja.
Prasarana dan sarana yang digunakan atau yang dimanfaatkan oleh masyarakat
umumpun perlu mendapatkan perhatian K3. Permasalahan K3 tidak hanya menjadi
tugas dan tanggung jawab ahli K3, tapi sudah menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat baik yang berada di lingkungan kerja (formal) maupun masyarakat
umum. Oleh sebab itu arah perkembangan K3 di masa yang akan datang lebih
ditekankan kepada aspek perilaku dengan kata lain setiap orang di setiap
aktivitas mereka sudah menerapkan prinsip K3. Pada masa yang akan datang tidak
hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri
dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek yang sifatnya publik atau
untuk masyarakat luas. Penerapan aspek K3 mulai menyentuh segala sektor
aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat
manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang
tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku
manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3.
2.2
Pengertian Yang Digunakan Dalam K3
2.2.1
Pengertian Dasar K3 (Occupational Health and Safety)
Pengistilahan
keselamatan dan kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam, ada yang
menyebutnya higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hyperkes), ada yang
hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and
Health.
Keselamatan
kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering
disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai
suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah
maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta
hasil budaya dan karyanya.
Dari
segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha
mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Pengertian kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau
peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta
benda atau kerugian terhadap proses.
Dewasa
ini pembangunan nasional bergantung banyak kepada kualitas, kompetensi dan
profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan
kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan produktivitas dan daya saing yang
baik agar dapat berkiprah dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah satu
faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam berbagai
aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia kerja.
Pengertian
hampir celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan
insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”,
adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan
keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia,
merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.
Bagaimana
K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma
keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang
tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
tidak kondusif.
Definisi
tentang K3 adalah yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety and Health
Committee :
Occupational
Health and Safety is the promotion and maintenance of the highest degree of
physical, mental and social well-being of all occupation; the prevention among
workers of departures from health caused by their working conditions; the
protection of workers in their employment from risk resulting from factors
adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational
environment adapted to his physiological and psychological equipment and to
summarize the adaptation of work to man and each man to his job.
Bila
dicermati definisi K3 di atas maka definisi tersebut ada dalam beberapa kalimat
yang menunjukkan bahwa K3 adalah :
a)
Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,
mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
b)
Untuk mencegah penurunan kesehatan keselamatan pekerja yang disebabkan oleh
kondisi pekerjaan mereka.
c)
Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari
faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
d)
Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan
kondisi fisilogis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian
antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Definisi
K3 yang dirumuskan oleh ILO dan WHO dapat ditelaah dengan menggunakan
sistematika 4W (What, Who, When, Where) dan 1 H (How).
1. What
Kata
“what” berarti apa atau apakah. Dalam konteks pembahasan ini sesuai dengan
definisi di atas, maka yang dimaksud dengan what adalah apa yang menjadi
perhatian dalam keilmuan K3. Dari definisi di atas terlihat konsern K3
yang dirumuskan lebih memperhatikan aspek Kesehatan dengan penekanan terhadap
pengendalian terhadap potensihazardyang ada di lingkungan kerja. Pada
definisi di atas juga terlihat sedikit mengenai aspek keserasian antara pekerja
dengan pekerjaan dan lingkungan kerja (aspek ergonomi).
2. Who
Pada
definisi di atas yang dimaksud dengan “who” adalah semua pekerja yang berada di
tempat kerja mulai dari leveltertingi dalam manajemen sampai level
terendah. Aspek yang diperhatikan meliputi fisik, mental dan kesejahteraan
sosial.
3. When
Bila
merujuk pada definisi di atas yang mana terdapat kata promotion, prevention,
protection, dan maintenance,menunjukkan bahwa K3 dalam
penerapannya dilakukan di semua tahapan proses. Tahapan yang dimaksud misalnya
tahap disain (preventif dan promotif), tahap proses
berjalan (protection dan maintenance) serta dapat
dilakukan pada saatpasca operasi khusunya untuk penanganan masalah
keselamatan dan kesehatan produk dan masalah limbah produksi.
4. Where
Pada
definisi di atas berarti tempat di mana K3 harus di jalankan atau dilaksanakan.
Bila merujuk pada definisi di atas, maka tempat penerapan K3 adalah pada setiap
pekerjaan di lingkungan kerja.
5. How
Pada
definisi di atas maksudnya adalah bagaimana metode untuk melaksanakan K3 di
lingkungan kerja pada semua jenis pekerjaan. Terlihat bahwa penerapan K3
menurut ILO/WHO adalah dengan melakukan promotive, preventive,
protective, maintenance dan adaptative.
2.2.2
Istilah K3
Ada
beberapa istilah dalam K3, diantaranya sebagai berikut:
1. Potensi bahaya (hazard)
Ialah
suatu keadaan yang memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan atau kerugian
berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi yang
telah ditetapkan.
2. Tingkat
bahaya (danger)
Adalah
ungkapan adanya potensi bahaya secara relatif. Kondisi yang berbahaya mungkin
saja ada, akan tetapi dapat menjadi tidak begitu berbagaya karena telah
dilakukan beberapa tindakan pencegahan.
3. Risiko (Risk)
Menyatakan
kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugian pada priode waktu tertentu atau
siklus operasi tertentu.
4. Insiden (Incident)
Kejadian
yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontak dengan sumber
energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
5. Kecelakaan
(accident)
Adanya
suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan
proses-proses yang telah diatur dari suatu aktivitas.
6. Aman/Selamat
(safe)
Adalah
suatu kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya).
7. Tindakan
tidak aman (unsafe action)
Adalah
suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang
terhadap kejadian kecelakaan.
Contoh
:
a)
Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan
Peraturan K3.
b)
MEROKOK di daerah Larangan merokok.c)Bersendau gurau pada saat bekerja.Dll.\
Adalah
suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung
mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Contoh
:
a)
Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak laik pakai ).
b)
Tempat kerja yang acak-acakan
c)
Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
d)
Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).
2.2.3
OHSAS 18001
Apa
itu OHSAS 18001?
OHSAS
18001 merupakan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dikeluarkan oleh
Organisasi Internasional dengan tujuan untuk menciptakan system untuk
diterapkan di organisasi sehingga bisa mengurangi dampak dan resiko terhadap
aktivitas yang ada di organisasi/perusahaan.
OHSAS
18001:2007 adalah suatu standar internasional untuk Sistem Manajemen Kesehatan
danKeselamatan Kerja.Diterbitkan tahun 2007, menggantikan OHSAS 18001:1999, dan
dimaksudkanuntuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) daripada
keamanan produk.
HIRADC
dari pengertiannya saja mengandung arti Identifikasi Bahaya, Penilaian
danPengendalian Resiko. HIRADC adalah salah satu bagian dari standar OHSAS
18001:2007
II.3
Kebutuhan K3
Pada
tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menyatakan
keprihatinannya terhadap keselamatan kerja,dengan menyebutkan bahwa kecelakaan
kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja (71 juta jam yang
seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk bekerja apabila pekerja yang
bersangkutan tidak mengalami kecelakaan) dan kerugian laba sebesar 340 milyar
rupiah.
Menteri
Tenagakerja dan Transmigrasi, DR.Ir. Erman Suparno,
MBA, MSi, dalam presentasinya pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan
ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di kantor Depnakertrans Jakarta
mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menduduki pada urutan ke-52 dari 53
negara di dunia, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak 65,474
kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal 1,451 orang, cacat
tetap 5.326 orang dan sembuh tanpa cacat 58.697 orang. Dalam kesempatan
tersebut Menakertrans juga menyampaikan bahwa tingkat pelanggaran peraturan
perundangan ketenagakerjaan pada tahun 2007 sebanyak 21.386 pelanggaran.
Fakta
tingginya kecelakaan kerja di Indonesia jangan di lihat sebagai takdir yang
tidak biasa diubah,karena kecelakaan tidak terjadi begitu saja seperti konsep
terjadinya kecelakaan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Setiap kecelakaan pasti
ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada
keuntungan dan kegagalan pemerintah dalam meratifikasi konvensi keselamatan
internasional atau melakukan pemeriksaan terhadap pekerja merupakan dua hal
yang menjadi penyebab utama besarnya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia.
Padahal sesungguhnya pemerintah dan manajemen perusahaan berkewajiban
melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerja agar terhindar
dari kecelakaan kerja. Ada tiga alasan utama mengapa keselamatan kerja tersebut
sangat penting dan dibutuhkan, yaitu:
- Keselamatan kerja merupakan hak yang paling dasar bagi pekerja. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan selama berkerja.
- Karena keselamatan kerja tersebut merupakan hak asasi pekerja, maka perlu dilindungi oleh undang-undang atau aturan-aturan hukum baik ditingkat nasional maupun internasional.
- Tujuan perusahaan adalah mendapatkan keuntungan,untuk mendukung tujuan tersebut faktor keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja.
Selain
itu untuk menganalisis kebutuhan K3 yaitu dengan cara mengidentifikasi
peraturan-peraturan K3, seperti di bawah ini:
1. Dasar
Keselamatan Kerja
- PP RI no. 50 tahun 2012, Mengenai penerapan SMK3.
- OHSAS 18001 : 2007, Mengenai occupational health & safety management system – requirement.
- Permenaker RI no. 02/MEN/1992 Mengenai tata cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli K3.
- Permenakertrans RI no. 09/MEN/2010 Mengenai operator dan petugas pesawat angkat dan angkut.
- Permenaker RI no. 01/MEN/1988 Mengenai kualifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap.
- Kepdirjen Binwasnaker no. KEP 113/DJPPK/IX/2006 Mengenai kompetensi, kurikulum dan persyaratan khusus petugas keselamatan dan kesehatan kerja madya ruang terbatas (Confined space).
- Permenaker RI no. 01/MEN/1976 Mengenai wajib latihan hyperkes bagi dokter perusahaan.
- Permenakertrans RI no. 01/MEN/1979 Mengenai kewajiban pelatihan hygienis perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja paramedis.
- Permenaker no. 15/MEN/VIII/2008 Mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja.
- Keputusan Permenaker RI no. KEP/187/MEN/1999 Mengenai pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
II.4.1
Tujuan K3 :
Tujuan
dari K3 yaitu sebagai berikut :
- Melindungi keselamatandankesehatanpekerja
- Meningkatkan kesejahteraan dan kinerja
- Menjamin keselamatandankesehatan orang lain dalam lingkungan kerja
- Mengamankan sumber polutan
- Menyehatkan lingkungan kerja
- mengefisienkan kegiatan
II.4.2
Manfaat K3
Manfaat
dari K3 yaitu sebagai berikut :
- Untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
- Mengurangi risiko akibat kecelakaan
II.5
Filosofi K3
Filosofi
dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi keselamatan dan
kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya
pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat
kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas
standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan
kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya
akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan
produktivitas.
Filosofi
penerapan K3 tidak hanya dilakukan ditempat kerja, tapi sudah secara otomatis
tanpa kita sadari sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dimanapun kita
berada. Hal ini terbukti dalam pergaulan kita sehari-hari dimana kita selalu
mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat makan atau
selamat tidur dan selamat yang lainnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan “
Kenapa kok kata-kata selamat yang selalu terucap? dan ada bahaya apakah
disekitar kita?”. Jika kita selami lebih dalam ucapan selamat ini sebetulnya
menandakan setiap orang selalu berharap untuk keselamatan dirinya sendiri dan
juga orang lain yang ditemuinya termasuk lingkungan disekitarnya.
Sedangkan
jika kita berbicara mengenai bahaya, tidak bisa kita pungkiri dimanapun kita
berada selalu dikelilingi oleh bahaya, termasuk ketika kita tidur pun juga
dikelilingi bahaya seperti misal tiba-tiba terkena bencana kebakaran atau gempa
bumi. Hal ini yang mendorong orang selalu bilang “selamat tidur”, atau sebagai
orang yang beragama kita diharapkan selalu berdoa sebelum tidur,harapannya
ketika tidur kita bisa selamat..
Sekarang
yang menjadi pertanyaan, “Apakah kita mesti takut menjalani hidup dengan
melihat kondisi lingkungan kita yang tidak pernah aman atau selalu dikelilingi
bahaya?”.Jawabannya adalah tergantung diri kita masing-masing.Kita tidak
perlu takut dalam menjalani hidup ini, semua kita kembalikan ke Yang Maha Kuasa
dan tergantung usaha kita. Bahaya yang ada disekitar kita merupakan tantangan
bagi kita untuk mencari cara agar bisa selamat dengan memanfaatkan kemampuan
berfikir kita. Bahaya memang tidak bisa kita hilangkan tetapi tetap bisa kita
kendalikan dan minimalisirkan dampaknya dengan upaya-upaya penerapan K3
sehingga kita bisa menjalani hidup ini dengan tetap selamat dan aman.Danjuga tidak bisa kita pungkiri semua tetap kita
kembalikan kepada Yang Maha Kuasa karena itu kita diharapkan untuk selalu
rendah diri dan berdoa agar selalu selamat.
II.5.1
Filosofi K3 menurut International Associate of Safety Professional
Menurut
International Association of Safety Professional, Filosofi K3 dibagi menjadi 8
Filosofi yaitu :
- Safety is an ethical responsibility ( TanggungJawab Moral )
K3
adalah tanggung jawab moral/etik.Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung awab
moral untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3 bukan sekedar pemenuhan
perundangan atau kewajiban
K3
bukan sekedar program yang dijalankan perusahaan untuk sekedar memperoleh
penghargaan dan sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan dari budaya dalam
organisasi
2, Management
is responsible ( K3 adalahtanggungjawabmanajemen )
Manajemen
perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai K3. Sebagian tanggung
jawab dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat yang lebih bawah
3. Employee
must be trained to work safety ( Pekerjaharusdididikuntukbekerjasecaraaman
)
Setiap
tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik dan
persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan
dan pelatihan
4. Safety is
a condition of employment ( K3 adalahcerminankondisiketenagakerjaan )
Tempat
kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang
menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3 dalam
perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan.
5. All
injuries are preventable ( Semuakecelakaanakibatkerjadapatdicegah )
Prinsip
dasar dari K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan ada sebabnya.Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan maka
kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.
6. Safety
program must be site specific ( Program K3 bersifatspesifik )
Program
K3 harus dibuat berdasarkan kebutuhan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat
kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan finansial
dll. Program K3 dirancang spesifik untuk masing-masing organisasi atau
perusahaan.
7. Safety is
good business ( K3 baikuntukmanajemen )
Melaksanakan
K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan. Melaksanakan K3
adalah sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. Kinerja K3
yang baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan.
Kegagalan manajemen merupakan salah
faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, seperti dalam teori kecelakaan oleh
Bird dan Loftus. Banyak perusahaan yang sudah menerapkan berbagaisistem
manajemen untuk meningkatkan kualitas, produktifitas serta menghilangkan potensi
terjadinya kerugian akibat kecelakaan dan berhasil mencapai sasaran yang
diharapkan dengan menerapkan berbagai sistem manajemen tersebut. Namun tidak
jarang pula perusahaan gagal mencapai tujuan dari penerapan sistem manajemen
ini. Dalam hal ini banyak faktor dan kendala yang dapat menyebabkan kegagalan
manajemen sehingga tujuan penerapan tidak tercapai. Gallagher (2001)
menyampaikan beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan sistem
manajemen keselamatan pada suatu perusahaan sehingga tujuan penerapan sistem
ini tidak tercapai, yaitu:
·
Sistem yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
perusahaan.
·
Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak
memadai.
Selanjutnya pertanyaan yang timbul
adalah, apakah sistem manajemen yang diterapkan sudah efektif dalam
meningkatkan kualitas, produktifitas atau keeselamatan kerja dan bagaimana cara mengukur efektifitas dari
suatu sistem manajemen. Secara umum ada dua cara yang umum digunakan dalam
mengukur kinerja sistem manajemen keselamatan, yaitu: metode konvensional dengan cara
mengukur insiden dan klaim kompensasi, dan metode yang kedua yaitu positive performance indicators (PPIs) dengan
mengukur relevansi sistem manajemen keselamatan, proses, manajemen dan
kesesuaian dengan praktek dilapangan.
Menurut Gallagher, hal yang paling
penting dalam sistem
manajemen keselamatan adalah elemen-elemen yang terkandung dalam sistem
tersebut, yaitu:
·
Organisation, Responsibility, Accountability
·
Senior management/involvement
·
Line manager/supervisor duties
·
Management accountability and performance measurement
·
Company OHS policy
·
Consultative Arrangements
·
Issue resolution – HSR/ employee and employer
representative
·
Join OHS committees
·
Broad employee participation
·
Health and safety rules and procedures
·
Workplace inspection
·
Incident reporting and investigation
·
Data collection and analysis / record keeping
·
OHS promotion and information provision
·
Purchasing and design
·
Emenrgency procedures
·
Medical and first aid
·
Monitoring and evaluation
·
Dealing with specific hazards and work organisation
issues.
Dalam penerapan sistem manajemen
keselamatan ditemukan ada dua model yaitu rational organisation theory dan socio-technical system theory. Rational organisation theory menekankan pada
pendekatantop-down, penerapan sistem manajemen keselamatan
didasarkan pada kebijakan atau instruksi dari top level manajemen dan
diteruskan sampai pada level yang paling bawah. Sementara socio-technical system theory melakukan pendekatan
dengan intervensi organisasi yang didasarkan pada analisa
hubungan antara teknologi, orientasi dari pekerja dan struktur organisasi
(Gallagher, 2001).
Gallagher juga mengklasifikasikan sistem
manjemen keselamatan ke dalam 4 tipe, yaitu:
1. Safe Person Control Strategy;
2. Safe Place Control Strategy;
·
strategi pencegahan difokuskan pada bahaya dari sumbernya melalui identifikasi, kajian dan
pengendalian.
3. Traditional Management;
·
Integrasi sistem manajemen keselamatan ke dalam sistem manajemen yang lebih
luas masih sangat rendah.
·
Keterlibatan karyawan masih rendah.
4. Innovative Management;
·
Peran kunci dalam K3 dipegang oleh senior dan line manager.
·
Integrasi sistem manajemen keselamatan kedalam sistem manajemen yang lebih
luas sudah sangat baik.
·
Keterlibatan karyawan tinggi.
Metode implementasi dari manajemen
keselamatan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu, voluntary, mandatory dan hybrid (Gallagher, 2001). Voluntary adalah pelaksanaan manajemen keselamatan
secara sukarela didasarkan pada tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan
dan kesejahteraan karyawannya. Dengan cara ini akan lebih mudah melibatkan
karyawan untuk berpartisipasi dalam berbagai program K3. Sementara sebaliknya kategori mandatory didasarkan pada keharusan atau kewajiban
untuk memenuhi persyaratan dari pemerintah atau pelanggan. Dan implementasinya
terlihat dipaksakan dan sedikit melibatkan karyawan karena tujuannya tidak
sepenuhnya melindungi pekerja melainkan compliance. Kategori
yang ketiga adalah hybrid yang
merupakan kombinasi voluntary dan mandatory, disamping untuk memenuhi
persyaratan dari undang-undang juga bertujuan untuk melindungi pekerja
dan aset perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
- http://ergonomi-fit.blogspot.com/2012/06/filosfi-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html
- http://staff ui.ac.id/internal/132255817material/IntrotoK3.pdf
- http://diezow.wordpress.com/2010/01/07/konsep-dasar-keselamatan-kerja/
- Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum universitas Indonesia, 2005.
- Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
- Indonesia Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
- Silalahi, Bennet N.B dan Silalahi , Rumondang.1991. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Pustaka Binaman Pressindo.
- http://id.scribd.com/doc/94378271/Arti-dan-Pengertian-Dalam-K3
- http://masteropik.blogspot..com/2010/12/pengertian-dan-Ruang-Lingkup-Kesehatan.html
- http://abunajmu.files.wordpress.com/2012/08/tna-k3-sheet1.jpeg
Tidak ada komentar:
Posting Komentar