Minggu, 31 Mei 2015

menajemen K3

BAB  I
PENDAHULUAN 

1.1 Latar Belakang
Di Indonesia secara historis peraturan keselamatan dan kesehatan kerja telah ada sejak pemerintahan Hindia Belanda. Pada saat itu peraturan keselamatan dan kesehatan kerja yang berlaku adalah Veiligheids Reglement. Setelah kemerdekaan dan diberlakukannya Undang-Undang Dasar 1945, maka beberapa peraturan termasuk peraturan keselamatan telah dicabut dan digantidengan peraturan yang mengatur tentang keselamatan dan kesehatan kerja yaituUndang-Undang  Keselamatan Kerja No.1 Tahun 1970.
Menurut Mangkunegara (2002:163) Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan, baik jasmaniah maupun rohaniah. Keutuhan dan kesempurnaan tersebut ditujukan secara khusus terhadap tenaga kerja dan manusia pada umumnya, sehingga menghasilkan suatu hasil karya dan budaya untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Ketentuan penerapan K3 yang dijelaskan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 adalah 1. tempat kerja yang menggunakan mesin, pesawat, perkakas, 2. tempat kerja pembangunan perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran gedung, 3. tempat usaha pertanian, perkebunan, pekerjaan hutan, 4. pekerjaan usaha pertambangan dan pengelolahan emas, perak, logam, serta biji logam lainnya, dan 5. tempat pengangkutan barang, binatang, dan manusia baik di daratan, melalui terowongan, permukaan air, dalam air dan di udara.
Penerapan konsep K3 muncul sejak manusia mengenal suatu pekerjaan. Keselamatan kerja bertujuan untuk memperoleh suatu cara yang mudah dan menjamin keselamatan pekerja dari gangguan alam, binatang maupun gangguan dari manusia lainnya. Masalah K3 juga merupakan bagian dari suatu upaya perencanaan dan pengendalian proyek sebagaimana halnya dengan biaya, perencanaan, pengadaan serta kualitas. Hal itu saling mempunyai keterkaitan yang sangat erat (Barrie & Paulson, 1995:365).
Di Indonesia tingkat kecelakaan kerja merupakan salah satu yang tertinggi di dunia, sedikitnya pada tahun 2007 terjadi 65.000 kasus kecelakaan kerja:  (Abduh M. 2010). Data tersebut diperkirakan 50% yang tercatat oleh Jamsostek dari jumlah sebenarnya.
Dari sekian banyak jumlah angka kecelakaan, penyumbang terbanyak berasal dari kecelakaan kerja konstruksi yang mencapai 30% dari total keseluruhan jumlah kecelakaan kerja. Dapat disimpulkan bahwa pekerjaan konstruksi perlu mendapatkan perhatian khusus terhadap masalah K3.





BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1       Sejarah perkembangan K3
Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut:

 a.      Zaman Pra-Sejarah
Pada zaman batu dan goa (Paleolithic dan Neolithic) dimana manusia yang hidup pada zaman ini telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan. Disain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebih besar proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini adalah untuk menggunakan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Disain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut. 

b.      Zaman Bangsa Babylonia (Dinasti Summeria) di Irak
Pada era ini masyarakat sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka. Dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan swasa sekitar 3000-2500 BC. Pada tahun 3400 BC masyarakat sudah mengenal konstruksi dengan menggunakan batubata yang dibuat proses pengeringan oleh sinar matahari. Pada era ini masyarakat sudah membangun saluran air dari batu sebagai fasilitas sanitasi. Pada tahun 2000 BC muncul suatu peraturan “Hammurabi” yang menjadi dasar adanya kompensasi asuransi bagi pekerja.

c.       Zaman Mesir Kuno
Pada masa ini terutama pada masa berkuasanya Fir’aun banyak sekali dilakukan pekerjaan raksasa yang melibatkan banyak orang sebagai tenaga kerja.Pada tahun 1500 BC khususnya pada masa Raja Ramses II dilakukan pekerjaan pembangunan terusan dari Mediterania ke Laut Merah.Disamping itu Raja Ramses II juga meminta para pekerja untuk membangun “temple” Rameuseum.Untuk menjaga agar pekerjaannya lancar Raja Ramses II menyediakan tabib serta pelayan untuk menjaga kesehatan para pekerjanya.

d.      Zaman Yunani Kuno
Pada zaman Romawi kuno tokoh yang paling terkenal adalah Hippocrates. Hippocrates berhasil menemukan adanya penyakit tetanus pada awak kapal yang ditumpanginya.

e.       Zaman Romawi
Para ahli seperti Lecretius, Martial, dan Vritivius mulai memperkenalkan adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan karena adanya paparan bahan toksik dari lingkungan kerja, seperti timbal dan sulfur.Pada masa pemerintahan Jendral Aleksander Yang Agung sudah dilakukan pelayanan kesehatan bagi angkatan perang.

f.       Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan, sehingga menyebabkan cacat atau meninggal. Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya vapour di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung vapour harus menggunakan masker.

g.      Abad ke-16
Salah satu tokoh yang terkenal pada masa ini adalah Phillipus Aureolus Theophrastus Bombastus Von Hoheinheim atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Paracelsus mulai memperkenalkan penyakit akibat kerja terutama yang dialamai oleh pekerja tambang.Pada era ini seorang ahli yang bernama Agricola dalam bukunya De Re Metallica bahkan sudah mulai melakukan upaya pengendalian bahaya timbal di pertambangan dengan menerapkan prinsip ventilasi.

h.      Abad ke-18
Pada masa ini ada seorang ahli bernama Bernardino Ramazzini (1664 – 1714) dari Universitas Modena di Italia, menulis dalam bukunya yang terkenal : Discourse on the diseases of workers, (buku klasik ini masih sering dijadikan referensi oleh para ahli K3 sampai sekarang). Ramazzini melihat bahwa dokter pada masa itu jarang yang melihat hubungan antara pekerjaan dan penyakit, sehingga ada kalimat yang selalu diingat pada saat dia mendiagnosa seseorang yaitu “ What is Your occupation ?”. ramazzini melihat bahwa ada dua faktor besar yang menyebabkan penyakit akibat kerja, yaitu bahaya yang ada dalam bahan yang digunakan ketika bekerja dan adanya gerakan janggal yang dilakukan oleh para pekerja ketika bekerja (ergonomic factors).

i.        Era Revolusi Industri (Traditional Industrialization)
Pada era ini hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
  1. Penggantian tenaga hewan dengan mesin, seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
  2. Penggunaan mesin yang menggantikan tenaga manusia
  3. Pengenalan metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
  4. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru. 
  5. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran. 

 j.        Era Industrialisasi (Modern Idustrialization)

Sejak era revolusi industri di atas sampai dengan pertengahan abad 20, maka penggunaan teknologi semakin berkembang sehingga K3 juga mengikuti perkembangan ini. Secara keilmuan K3 konsep yang berkembang pada era ini adalah mengenai metode-metode pengendalian bahaya kecelakaan dan potensi gangguan kesehatan dengan pendekatan Engineering, Administrative, dan penggunaan alat pelindung diri saat bekerja. Masalah yang muncul sangatberhubungan dengan sistem operasionalisasi kerja yang dibantu dengan mesin yang canggih. Seiring dengan kemajuan teknologi serta munculnya permasalahan baru di lingkungan kerja terutama aspek keselamatan dan kesehatan pekerja saat bekerja dengan mesin maka mulai dikembangkan alat pelindung diri, safety devices, interlock dan alat pengaman lainnya juga turut berkembang.

k.      Era Manajemen dan  Manjemen K3
Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekarang. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebab kecelakaan bahwa umumnya  (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
Pada era ini berkembang sistem automasi pada pekerjaan untuk mengatasi masalah sulitnya melakukan perbaikan terhadap faktor manusia. Namun sistem otomasi menimbulkan masalah manusiawi yang akhirnya berdampak kepada kelancaran pekerjaan karena adanya blok pekerjaan dan tidak terintegrasinya masing-masing unit pekerjaan. Sejalan dengan itu Frank Bird dari International Loss Control Institute (ILCI) pada tahun 1972 mengemukakan teori Loss Causation Model yang menyatakan bahwa faktor manajemen merupakan latar belakang penyebab yang menyebabkan terjadinya kecelakaan.  Berdasarkan perkembangan tersebut serta adanya kasus kecelakaan di Bhopal tahun 1984, akhirnya pada akhir abad 20  berkembanglah suatu konsep keterpaduan sistem manajemen K3 yang berorientasi pada koordinasi dan efisiensi penggunaan sumber daya. Keterpaduan semua unit kerja, seperti safety, health dan masalah lingkungan dalam suatu sistem manajemen juga menuntut adanya kualitas yang terjamin baik dari aspek input proses dan output. Untuk mencakup semua aspek di perusahaan, maka manajemen yang dikembangkan adalah manajemen secara sistem.
Secara keilmuan K3 aspek yang berkembang pada era ini adalah manajemen di bidang K3 serta Integrative System Management K3.  Hal ini ditunjukkan dengan munculnya standar internasional, seperti ISO 9000, ISO 14000 dan ISO 18000.

l.        Era Mendatang Perkembangan K3
Ternyata aspek K3 tidak hanya diperlukan di lingkungan industri atau tempat kerja saja. Prasarana dan sarana yang digunakan atau yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumpun perlu mendapatkan perhatian K3. Permasalahan K3 tidak hanya menjadi tugas dan tanggung jawab ahli K3, tapi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat baik yang berada di lingkungan kerja (formal) maupun masyarakat umum. Oleh sebab itu arah perkembangan K3 di masa yang akan datang lebih ditekankan kepada aspek perilaku dengan kata lain setiap orang di setiap aktivitas mereka sudah menerapkan prinsip K3. Pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja. Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asazi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi. Upaya ini tentu saja lebih bayak berorientasi kepada aspek perilaku manusia yang merupakan perwujudan aspek-aspek K3.

2.2       Pengertian Yang Digunakan Dalam K3

2.2.1    Pengertian Dasar K3 (Occupational Health and Safety)  
Pengistilahan keselamatan dan kesehatan kerja (atau sebaliknya) bermacam macam, ada yang menyebutnya higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hyperkes),  ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal Occupational Safety and Health.
Keselamatan kerja atau Occupational Safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya.
Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Pengertian kecelakaan kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
Dewasa ini pembangunan nasional bergantung banyak kepada kualitas, kompetensi dan profesionalisme sumber daya manusia termasuk praktisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Dari segi dunia usaha diperlukan produktivitas dan daya saing yang baik agar dapat berkiprah dalam bisnis internasional maupun domestik. Salah satu faktor yang harus dibina sebaik-baiknya adalah implementasi K3 dalam berbagai aktivitas masyarakat khususnya dalam dunia kerja.
Pengertian hampir celaka, yang dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), ada juga yang menyebutkan dengan istilah “near-miss” atau “near-accident”, adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses kerja.
Bagaimana K3 dalam perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan kerja nyata. Norma keselamatan kerja merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang tidak kondusif.
Definisi tentang K3 adalah yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint safety and Health Committee :
Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation; the prevention among workers of departures from health caused by their working conditions; the protection of workers in their employment from risk resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance of the worker in an occupational environment adapted to his physiological and psychological equipment and to summarize the adaptation of work to man and each man to his job.
Bila dicermati definisi K3 di atas maka definisi tersebut ada dalam beberapa kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah :
a)      Promosi dan memelihara derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik, mental, dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.
b)      Untuk mencegah penurunan kesehatan keselamatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan mereka.
c)      Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan dari risiko yang timbul dari faktor-faktor yang dapat mengganggu kesehatan.
d)     Penempatan dan memelihara pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan kondisi fisilogis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian antara pekerjaan dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.
Definisi K3 yang dirumuskan oleh ILO dan WHO dapat ditelaah dengan menggunakan sistematika 4W (What, Who, When, Where) dan 1 H (How).

1. What
Kata “what” berarti apa atau apakah. Dalam konteks pembahasan ini sesuai dengan definisi di atas, maka yang dimaksud dengan what adalah apa yang menjadi perhatian dalam keilmuan K3. Dari definisi di atas terlihat konsern K3 yang dirumuskan lebih memperhatikan aspek Kesehatan dengan penekanan terhadap pengendalian terhadap potensihazardyang ada di lingkungan kerja. Pada definisi di atas juga terlihat sedikit mengenai aspek keserasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja (aspek ergonomi).

 2. Who
Pada definisi di atas yang dimaksud dengan “who” adalah semua pekerja yang berada di tempat kerja mulai dari leveltertingi dalam manajemen sampai level terendah. Aspek yang diperhatikan meliputi fisik, mental dan kesejahteraan sosial. 

3. When
Bila merujuk pada definisi di atas yang mana terdapat kata promotion, prevention, protection, dan maintenance,menunjukkan bahwa K3 dalam penerapannya dilakukan di semua tahapan proses. Tahapan yang dimaksud misalnya tahap disain (preventif dan promotif), tahap proses berjalan (protection dan maintenance) serta dapat dilakukan pada saatpasca operasi khusunya untuk penanganan masalah keselamatan dan kesehatan produk dan masalah limbah produksi.

4. Where
Pada definisi di atas berarti tempat di mana K3 harus di jalankan atau dilaksanakan. Bila merujuk pada definisi di atas, maka tempat penerapan K3 adalah pada setiap pekerjaan di lingkungan kerja.

5. How
Pada definisi di atas maksudnya adalah bagaimana metode untuk melaksanakan K3 di lingkungan kerja pada semua jenis pekerjaan. Terlihat bahwa penerapan K3 menurut ILO/WHO adalah dengan melakukan promotive, preventive, protective, maintenance dan adaptative.

2.2.2    Istilah K3
Ada beberapa istilah dalam K3, diantaranya sebagai berikut:

1. Potensi bahaya (hazard)
Ialah suatu keadaan yang memungkinkan dapat menimbulkan kecelakaan atau kerugian berupa cedera, penyakit, kerusakan atau kemampuan melaksanakan fungsi yang telah ditetapkan.
2. Tingkat bahaya (danger)
Adalah ungkapan adanya potensi bahaya secara relatif. Kondisi yang berbahaya mungkin saja ada, akan tetapi dapat menjadi tidak begitu berbagaya karena telah dilakukan beberapa tindakan pencegahan.
3. Risiko (Risk)
Menyatakan kemungkinan terjadinya kecelakaan/kerugian pada priode waktu tertentu atau siklus operasi tertentu.
4. Insiden (Incident)
Kejadian yang tidak diinginkan yang dapat dan telah mengadakan kontak dengan sumber energi melebihi nilai ambang batas badan atau struktur.
5. Kecelakaan (accident)
Adanya suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses-proses yang telah diatur dari suatu aktivitas. 
6. Aman/Selamat (safe)
Adalah suatu kondisi tiada ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya).
7. Tindakan tidak aman (unsafe action)
Adalah suatu pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang terhadap kejadian kecelakaan.
Contoh :
a)      Karyawan bekerja tanpa memakai Alat Pelindung Diri Pekerja yang mengabaikan Peraturan K3.
b)      MEROKOK di daerah Larangan merokok.c)Bersendau gurau pada saat bekerja.Dll.\

8. Keadaan tak man (unsafe condition)
Adalah suatu kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat langsung mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
Contoh :
a)      Peralatan kerja yang sudah usang ( tidak laik pakai ).
b)      Tempat kerja yang acak-acakan
c)      Peralatan kerja yang tidak ergonomis.
d)     Roda berputar mesin yang tidak dipasang pelindung ( penutup ).

9. Tempat kerja yang terdapat bahan kimia berbahaya yang tidak dilengkapi sarana pengamanan ( labeling, rambu) dll.

2.2.3    OHSAS 18001
Apa itu OHSAS 18001?
OHSAS 18001 merupakan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja yang dikeluarkan oleh Organisasi Internasional dengan tujuan untuk menciptakan system untuk diterapkan di organisasi sehingga bisa mengurangi dampak dan resiko terhadap aktivitas yang ada di organisasi/perusahaan.
OHSAS 18001:2007 adalah suatu standar internasional untuk Sistem Manajemen Kesehatan danKeselamatan Kerja.Diterbitkan tahun 2007, menggantikan OHSAS 18001:1999, dan dimaksudkanuntuk mengelola aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3) daripada keamanan produk.
HIRADC dari pengertiannya saja mengandung arti Identifikasi Bahaya, Penilaian danPengendalian Resiko. HIRADC adalah salah satu bagian dari standar OHSAS 18001:2007
II.3      Kebutuhan K3
Pada tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jacob Nuwa Wea menyatakan keprihatinannya terhadap keselamatan kerja,dengan menyebutkan bahwa kecelakaan kerja menyebabkan hilangnya 71 juta jam orang kerja (71 juta jam yang seharusnya dapat secara produktif digunakan untuk bekerja apabila pekerja yang bersangkutan tidak mengalami kecelakaan) dan kerugian laba sebesar 340 milyar rupiah.
Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi, DR.Ir. Erman Suparno, MBA, MSi, dalam presentasinya pada acara sosialisasi revitalisasi pengawasan ketenagakerjaan pada tanggal 1 April 2008 di kantor Depnakertrans Jakarta mengatakan kecelakaan kerja di Indonesia menduduki pada urutan ke-52 dari 53 negara di dunia, jumlah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sebanyak 65,474 kecelakaan. Dari kecelakaan tersebut mengakibatkan meninggal 1,451 orang, cacat tetap 5.326 orang dan sembuh tanpa cacat 58.697 orang. Dalam kesempatan tersebut Menakertrans juga menyampaikan bahwa tingkat pelanggaran peraturan perundangan ketenagakerjaan pada tahun 2007 sebanyak 21.386 pelanggaran.
Fakta tingginya kecelakaan kerja di Indonesia jangan di lihat sebagai takdir yang tidak biasa diubah,karena kecelakaan tidak terjadi begitu saja seperti konsep terjadinya kecelakaan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Setiap kecelakaan pasti ada penyebabnya. Kelalaian perusahaan yang semata-mata memusatkan diri pada keuntungan dan kegagalan pemerintah dalam meratifikasi konvensi keselamatan internasional atau melakukan pemeriksaan terhadap pekerja merupakan dua hal yang menjadi penyebab utama besarnya tingkat kecelakaan kerja di Indonesia. Padahal sesungguhnya pemerintah dan manajemen perusahaan berkewajiban melindungi dan menyediakan tempat kerja yang aman bagi pekerja agar terhindar dari kecelakaan kerja. Ada tiga alasan utama mengapa keselamatan kerja tersebut sangat penting dan dibutuhkan, yaitu:
  1. Keselamatan kerja merupakan hak yang paling dasar bagi pekerja. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan dan keamanan selama berkerja.
  2. Karena keselamatan kerja tersebut merupakan hak asasi pekerja, maka perlu dilindungi oleh undang-undang atau aturan-aturan hukum baik ditingkat nasional maupun internasional.
  3. Tujuan perusahaan adalah mendapatkan keuntungan,untuk mendukung tujuan tersebut faktor keselamatan kerja menjadi penting untuk meningkatkan efisiensi dan mengurangi kerugian akibat kecelakaan kerja.
Selain itu untuk menganalisis kebutuhan K3 yaitu dengan cara mengidentifikasi peraturan-peraturan K3, seperti di bawah ini:
1. Dasar Keselamatan Kerja
  • PP RI no. 50 tahun 2012, Mengenai penerapan SMK3.
  • OHSAS 18001 : 2007, Mengenai occupational health & safety management system – requirement.
2. Ahli K3
  • Permenaker RI no. 02/MEN/1992 Mengenai tata cara penunjukkan kewajiban dan wewenang ahli K3.
3. Operator/Petugas/Teknisi K3
  • Permenakertrans RI no. 09/MEN/2010 Mengenai operator dan petugas pesawat angkat dan angkut.
  • Permenaker RI no. 01/MEN/1988 Mengenai kualifikasi dan syarat-syarat operator pesawat uap.
  • Kepdirjen Binwasnaker no. KEP 113/DJPPK/IX/2006 Mengenai kompetensi, kurikulum dan persyaratan khusus petugas keselamatan dan kesehatan kerja madya ruang terbatas (Confined space).
4. Kesehatan Kerja
  • Permenaker RI no. 01/MEN/1976 Mengenai wajib latihan hyperkes bagi dokter perusahaan.
  • Permenakertrans RI no. 01/MEN/1979 Mengenai kewajiban pelatihan hygienis perusahaan, kesehatan dan keselamatan kerja paramedis.
  • Permenaker no. 15/MEN/VIII/2008 Mengenai pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja.
5. Bahan Berbahaya dan Beracun
  • Keputusan Permenaker RI no. KEP/187/MEN/1999 Mengenai pengendalian bahan kimia berbahaya di tempat kerja.
Tujuan dan Manfaat K3
II.4.1   Tujuan K3 :
Tujuan dari K3 yaitu sebagai berikut :
  1. Melindungi keselamatandankesehatanpekerja
  2. Meningkatkan kesejahteraan dan kinerja
  3. Menjamin keselamatandankesehatan orang lain dalam lingkungan kerja
  4. Mengamankan sumber polutan
  5. Menyehatkan lingkungan kerja
  6. mengefisienkan kegiatan
II.4.2   Manfaat K3
Manfaat dari K3 yaitu sebagai berikut :
  1. Untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap kemungkinan adanya potensi bahaya/kecelakaan kerja.
  2.  Mengurangi risiko akibat kecelakaan


II.5      Filosofi K3
Filosofi dasar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, melalui upaya-upaya pengendalian semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya. Bila semua potensi bahaya telah dikendalikan dan memenuhi batas standar aman, maka akan memberikan kontribusi terciptanya kondisi lingkungan kerja yang aman, sehat dan proses produksi menjadi lancar, yang pada akhirnya akan dapat menekan risiko kerugian dan berdampak terhadap peningkatan produktivitas.
Filosofi penerapan K3 tidak hanya dilakukan ditempat kerja, tapi sudah secara otomatis tanpa kita sadari sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dimanapun kita berada. Hal ini terbukti dalam pergaulan kita sehari-hari dimana kita selalu mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat malam, selamat makan atau selamat tidur dan selamat yang lainnya. Sekarang yang menjadi pertanyaan “ Kenapa kok kata-kata selamat yang selalu terucap? dan ada bahaya apakah disekitar kita?”. Jika kita selami lebih dalam ucapan selamat ini sebetulnya menandakan setiap orang selalu berharap untuk keselamatan dirinya sendiri dan juga orang lain yang ditemuinya termasuk lingkungan disekitarnya.
Sedangkan jika kita berbicara mengenai bahaya, tidak bisa kita pungkiri dimanapun kita berada selalu dikelilingi oleh bahaya, termasuk ketika kita tidur pun juga dikelilingi bahaya seperti misal tiba-tiba terkena bencana kebakaran atau gempa bumi. Hal ini yang mendorong orang selalu bilang “selamat tidur”, atau sebagai orang yang beragama kita diharapkan selalu berdoa sebelum tidur,harapannya ketika tidur kita bisa selamat..
Sekarang yang menjadi pertanyaan, “Apakah kita mesti takut menjalani hidup dengan melihat kondisi lingkungan kita yang tidak pernah aman atau selalu dikelilingi bahaya?”.Jawabannya adalah tergantung diri kita masing-masing.Kita tidak perlu takut dalam menjalani hidup ini, semua kita kembalikan ke Yang Maha Kuasa dan tergantung usaha kita. Bahaya yang ada disekitar kita merupakan tantangan bagi kita untuk mencari cara agar bisa selamat dengan memanfaatkan kemampuan berfikir kita. Bahaya memang tidak bisa kita hilangkan tetapi tetap bisa kita kendalikan dan minimalisirkan dampaknya dengan upaya-upaya penerapan K3 sehingga kita bisa menjalani hidup ini dengan tetap selamat dan aman.Danjuga tidak bisa kita pungkiri semua tetap kita kembalikan kepada Yang Maha Kuasa karena itu kita diharapkan untuk selalu rendah diri dan berdoa agar selalu selamat.
II.5.1   Filosofi K3 menurut International Associate of Safety Professional
Menurut International Association of Safety Professional, Filosofi K3 dibagi menjadi 8 Filosofi yaitu :
  1. Safety is an ethical responsibility ( TanggungJawab Moral )
K3 adalah tanggung jawab moral/etik.Masalah K3 hendaklah menjadi tanggung awab moral untuk menjaga keselamatan sesama manusia. K3 bukan sekedar pemenuhan perundangan atau kewajiban


1. Safety is a culture, not a program ( K3 bukanhanyasekedar Program, tapibudaya )
K3 bukan sekedar program yang dijalankan perusahaan untuk sekedar memperoleh penghargaan dan sertifikat. K3 hendaklah menjadi cerminan dari budaya dalam organisasi
2, Management is responsible ( K3 adalahtanggungjawabmanajemen )
Manajemen perusahaan adalah yang paling bertanggung jawab mengenai K3. Sebagian tanggung jawab dapat dilimpahkan secara beruntun ke tingkat yang lebih bawah
3. Employee must be trained to work safety ( Pekerjaharusdididikuntukbekerjasecaraaman )
Setiap tempat kerja, lingkungan kerja dan jenis pekerjaan memiliki karakteristik dan persyaratan K3 yang berbeda. K3 harus ditanamkan dan dibangun melalui pembinaan dan pelatihan 
4. Safety is a condition of employment ( K3 adalahcerminankondisiketenagakerjaan )
Tempat kerja yang baik adalah tempat kerja yang aman. Lingkungan kerja yang menyenangkan dan serasi akan mendukung tingkat keselamatan. Kondisi K3 dalam perusahaan adalah pencerminan dari kondisi ketenagakerjaan dalam perusahaan.
5. All injuries are preventable ( Semuakecelakaanakibatkerjadapatdicegah )
Prinsip dasar dari K3 adalah semua kecelakaan dapat dicegah karena kecelakaan ada sebabnya.Jika sebab kecelakaan dapat dihilangkan maka kemungkinan kecelakaan dapat dihindarkan.
6. Safety program must be site specific ( Program K3 bersifatspesifik )
Program K3 harus dibuat berdasarkan kebutuhan kondisi dan kebutuhan nyata di tempat kerja sesuai dengan potensi bahaya sifat kegiatan, kultur, kemampuan finansial dll. Program K3 dirancang spesifik untuk masing-masing organisasi atau perusahaan.
7. Safety is good business ( K3 baikuntukmanajemen )
Melaksanakan K3 jangan dianggap sebagai pemborosan atau biaya tambahan. Melaksanakan K3 adalah sebagai bagian dari proses produksi atau strategi perusahaan. Kinerja K3 yang baik akan memberikan manfaat terhadap bisnis perusahaan.


Kegagalan manajemen merupakan salah faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan, seperti dalam teori kecelakaan oleh Bird dan Loftus. Banyak perusahaan yang sudah menerapkan berbagaisistem manajemen untuk meningkatkan kualitas, produktifitas serta menghilangkan potensi terjadinya kerugian akibat kecelakaan dan berhasil mencapai sasaran yang diharapkan dengan menerapkan berbagai sistem manajemen tersebut. Namun tidak jarang pula perusahaan gagal mencapai tujuan dari penerapan sistem manajemen ini. Dalam hal ini banyak faktor dan kendala yang dapat menyebabkan kegagalan manajemen sehingga tujuan penerapan tidak tercapai. Gallagher (2001) menyampaikan beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan sistem manajemen keselamatan pada suatu perusahaan sehingga tujuan penerapan sistem ini tidak tercapai, yaitu:
·         Sistem yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.
·         Lemahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam menerapkan sistem manajemen tersebut.
·         Kurangnya keterlibatan pekerja dalam perencanaan dan penerapan.
·         Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak memadai.
Selanjutnya pertanyaan yang timbul adalah, apakah sistem manajemen yang diterapkan sudah efektif dalam meningkatkan kualitas, produktifitas atau keeselamatan kerja dan bagaimana cara mengukur efektifitas dari suatu sistem manajemen. Secara umum ada dua cara yang umum digunakan dalam mengukur kinerja sistem manajemen keselamatan, yaitu: metode konvensional dengan cara mengukur insiden dan klaim kompensasi, dan metode yang kedua yaitu positive performance indicators (PPIs) dengan mengukur relevansi sistem manajemen keselamatan, proses, manajemen dan kesesuaian dengan praktek dilapangan.
Menurut Gallagher, hal yang paling penting dalam sistem manajemen keselamatan adalah elemen-elemen yang terkandung dalam sistem tersebut, yaitu:
·         Organisation, Responsibility, Accountability
·         Senior management/involvement
·         Line manager/supervisor duties
·         Management accountability and performance measurement
·         Company OHS policy
·         Consultative Arrangements
·         Health and safety representative – a system resource
·         Issue resolution – HSR/ employee and employer representative
·         Join OHS committees
·         Broad employee participation
·         Spesific Program Elements
·         Health and safety rules and procedures
·         Training program
·         Workplace inspection
·         Incident reporting and investigation
·         Statement of principles for hazards prevention and control
·         Data collection and analysis / record keeping
·         OHS promotion and information provision
·         Purchasing and design
·         Emenrgency procedures
·         Medical and first aid
·         Monitoring and evaluation
·         Dealing with specific hazards and work organisation issues.
Dalam penerapan sistem manajemen keselamatan ditemukan ada dua model yaitu rational organisation theory dan socio-technical system theoryRational organisation theory menekankan pada pendekatantop-down, penerapan sistem manajemen keselamatan  didasarkan pada kebijakan atau instruksi dari top level manajemen dan diteruskan sampai pada level yang paling bawah. Sementara socio-technical system theory melakukan pendekatan dengan intervensi organisasi yang didasarkan pada analisa hubungan antara teknologi, orientasi dari pekerja dan struktur organisasi (Gallagher, 2001).
Gallagher juga mengklasifikasikan sistem manjemen keselamatan ke dalam 4 tipe, yaitu:
1. Safe Person Control Strategy;
·         strategi pencegahan difokuskan pada kontrol perilaku pekerjaan
2. Safe Place Control Strategy;
·         strategi pencegahan difokuskan pada bahaya dari sumbernya melalui identifikasi, kajian dan pengendalian.
3. Traditional Management;
·         Peran kunci dalam K3 dipegang oleh supervisor dan EHS specialis.
·         Integrasi sistem manajemen keselamatan ke dalam sistem manajemen yang lebih luas masih sangat rendah.
·         Keterlibatan karyawan masih rendah.
4.  Innovative Management;
·         Peran kunci dalam K3 dipegang oleh senior dan line manager.
·         Integrasi sistem manajemen keselamatan kedalam sistem manajemen yang lebih luas sudah sangat baik.
·         Keterlibatan karyawan tinggi.
Metode implementasi dari manajemen keselamatan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu, voluntary, mandatory dan hybrid (Gallagher, 2001). Voluntary adalah pelaksanaan manajemen keselamatan secara sukarela didasarkan pada tanggung jawab perusahaan terhadap keselamatan dan kesejahteraan karyawannya. Dengan cara ini akan lebih mudah melibatkan karyawan untuk berpartisipasi dalam berbagai program K3. Sementara sebaliknya kategori mandatory didasarkan pada keharusan atau kewajiban untuk memenuhi persyaratan dari pemerintah atau pelanggan. Dan implementasinya terlihat dipaksakan dan sedikit melibatkan karyawan karena tujuannya tidak sepenuhnya melindungi pekerja melainkan compliance. Kategori yang ketiga adalah hybrid yang merupakan kombinasi voluntary dan mandatory, disamping untuk memenuhi persyaratan dari undang-undang  juga bertujuan untuk melindungi pekerja dan aset perusahaan.







DAFTAR PUSTAKA
  1. http://ergonomi-fit.blogspot.com/2012/06/filosfi-kesehatan-dan-keselamatan-kerja.html
  2. http://staff ui.ac.id/internal/132255817material/IntrotoK3.pdf
  3. http://diezow.wordpress.com/2010/01/07/konsep-dasar-keselamatan-kerja/
  4. Poerwanto, Helena dan Syaifullah. Hukum Perburuhan Bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Hukum universitas Indonesia, 2005.
  5. Indonesia Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
  6. Indonesia Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
  7. Silalahi, Bennet N.B dan Silalahi , Rumondang.1991Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja : Pustaka Binaman Pressindo.
  8. http://id.scribd.com/doc/94378271/Arti-dan-Pengertian-Dalam-K3
  9. http://masteropik.blogspot..com/2010/12/pengertian-dan-Ruang-Lingkup-Kesehatan.html
  10. http://abunajmu.files.wordpress.com/2012/08/tna-k3-sheet1.jpeg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar